Semangat pagi, sahabat terbaikku dimana saja berada. Semoga apapun yang anda lakukan membuahkan hasil sesuai goals anda, aamiin. Beberapa hari ini aku off bikin postingan, kali ini, secara bersambung, aku akan menulis Kata Mutiara versiku sendiri. Ceritanya ingin berbagi tips hidup dengan kata-kata indah, sesuai dengan pengalaman hidup yang sudah pernah kujalani. Semoga ini menjadi ilmu/motivasi yang bermanfaat bagi Indonesia yang lebih jaya lagi. Kumulai saat aku masih anak-anak di kampung terindah yang penuh kenangan manis itu, Kedungboto.
Kakakku nomor 1 sampai 4 meninggal dunia saat masih balita. Saat itu, orang tuaku sangat tegar dan pasrah, ini sudah kehendakNya. Tingkat kepasarahan yang Tunggal kepada Tuhan yang dimiliki leluhur kita itulah yang menjadikan kita dalam keadaan sekarang. Beliau terus berusaha dan berdoa serta menyerap semua nasehat dari lingkungan sekitar. Akhirnya, lahirlah kakak saya, saya dan 2 orang adik. Semuanya sukses.
Masyarakat modern janganlah terjebak dalam pemikiran logis-pragmatis semata. Wajib dibarengi dengan nilai-nilai Ilahiyah/Ketuhanan, khususnya terkait kata-kata mutiara yang pertama ini. Thou an au karhan, siap atau tidak siap, kalau sudah ‘saat’ itu tiba, kita datang memenuhi panggilan untuk mempertanggung-jawabkan aktifitas kita selama hidup di dunia. Pertanyaan yang menggelitik sepanjang masa masih sama: umurku sampai berapa? Semoga panjang umur? Walaupun sudah tergambar dengan jelas di telapak tangan kita, kita tetap belum bisa menebak dengan tepat: jodoh-rejeki-mati!
Jadi ingat sebuah cerita dari jaman kerajaan di Cina. Tabib di Cina hebat-hebat tapi belum dapat memenuhi permintaan sang raja, yaitu raja ingin hidup kekal agar dapat memimpin kerajaan selamanya. Para tabib diperintahkan mencari ramuan ke penjuru dunia, ramuan/obat anti mati atau hidup selamanya di dunia. Bila sampai kembali tidak membawa hasil yang diinginkan maka kepalanya akan dipenggal alias dibunuh. Maka bertebaranlah para tabib istana ini.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, mereka sudah mendatangi berbagai benua, namun tak jua ditemukan obat/ramuan pesanan raja ini. Akhirnya mereka memilih tetap hidup di Negara/kerajaan lain daripada pulang setor nyawa. Mereka menetap di daratan/kepulauan Jepang dan negara lainnya, maka tak heran sampai sekarang ramuan Cina sangat terkenal di dunia. Sementara itu, sang raja/pemimpin stress, sakit lalu mati.
Kata kuncinya adalah bersyukur, kita tidak diberitahu kapan akan meninggal dunia, sehingga kita produktif dalam kegiatan duniawiyah maupun ukhrawiyah. Siap nggak siap yang penting siap aja dech…
Menduga umur manusia, tak semudah
mengukur dalamnya sumur.
Kakakku nomor 1 sampai 4 meninggal dunia saat masih balita. Saat itu, orang tuaku sangat tegar dan pasrah, ini sudah kehendakNya. Tingkat kepasarahan yang Tunggal kepada Tuhan yang dimiliki leluhur kita itulah yang menjadikan kita dalam keadaan sekarang. Beliau terus berusaha dan berdoa serta menyerap semua nasehat dari lingkungan sekitar. Akhirnya, lahirlah kakak saya, saya dan 2 orang adik. Semuanya sukses.
Masyarakat modern janganlah terjebak dalam pemikiran logis-pragmatis semata. Wajib dibarengi dengan nilai-nilai Ilahiyah/Ketuhanan, khususnya terkait kata-kata mutiara yang pertama ini. Thou an au karhan, siap atau tidak siap, kalau sudah ‘saat’ itu tiba, kita datang memenuhi panggilan untuk mempertanggung-jawabkan aktifitas kita selama hidup di dunia. Pertanyaan yang menggelitik sepanjang masa masih sama: umurku sampai berapa? Semoga panjang umur? Walaupun sudah tergambar dengan jelas di telapak tangan kita, kita tetap belum bisa menebak dengan tepat: jodoh-rejeki-mati!
Jadi ingat sebuah cerita dari jaman kerajaan di Cina. Tabib di Cina hebat-hebat tapi belum dapat memenuhi permintaan sang raja, yaitu raja ingin hidup kekal agar dapat memimpin kerajaan selamanya. Para tabib diperintahkan mencari ramuan ke penjuru dunia, ramuan/obat anti mati atau hidup selamanya di dunia. Bila sampai kembali tidak membawa hasil yang diinginkan maka kepalanya akan dipenggal alias dibunuh. Maka bertebaranlah para tabib istana ini.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, mereka sudah mendatangi berbagai benua, namun tak jua ditemukan obat/ramuan pesanan raja ini. Akhirnya mereka memilih tetap hidup di Negara/kerajaan lain daripada pulang setor nyawa. Mereka menetap di daratan/kepulauan Jepang dan negara lainnya, maka tak heran sampai sekarang ramuan Cina sangat terkenal di dunia. Sementara itu, sang raja/pemimpin stress, sakit lalu mati.
Kata kuncinya adalah bersyukur, kita tidak diberitahu kapan akan meninggal dunia, sehingga kita produktif dalam kegiatan duniawiyah maupun ukhrawiyah. Siap nggak siap yang penting siap aja dech…
“Belajar dan bekerjalah seakan-akan engkau
mati seribu tahun lagi, beribadah dan berdoalah seakan-akan engkau mati esok
pagi”