Wednesday 14 August 2013

Motivasi/Inspirasi 5 JEJAK SANG GURU: Fase ‘Kemerdekaan’

Sengaja kutuliskan sejarah hidupku ini dan kuposting di blog sederhana ini dengan satu tujuan, barangkali ada yang membaca kisahku kemudian mengambil pelajaran buat melanjutkan sisa hidup ini. Semoga menjadi amal jariyah, aamiin….

Akhir 1998, aku sudah lulus dan sudah yudisium. Bulan Januari 1999, mengikuti tes CPNS di Tenggarong dan lulus. Menunggu SK Pengangkatan keluar, termasuk tantangan tersendiri. SK keluar di September, dalam masa penantian ini, aku diajak oleh kenalan bekerja di perkebunan kelapa sawit di Banjarbaru-Kalsel. Di sinilah aku jadi mengerti seluk-beluk menanam sampai panen pohon kelapa sawit yang sedang menjadi primadona di Bumi Borneo. Pengalaman mistis beberapa kali dihadapi teman-teman pekerja karena arealnya bekas kuburan adat setempat.

Sepulang dari Banjar Baru, SK penempatan terbit. Tertera di situ: Guru SD daerah terpencil Desa Miau Baru Kecamatan Muara Wahau, TMT 1-7-1999. Alhamdulillaahi robbil ‘aalaamiin…. Aku belum pernah ke wilayah ini. Kalau dilihat di peta, dari lokasi transmigrasi kami itu masih jauh ke hulu anak sungai Mahakam. Sekarang Ibukota Kecamatan Kongbeng Kabupaten Kutai Timur. Saking senangnya, pagi hari menerima SK di kantor bupati Kutai, siangnya langsung berangkat melaksanakan tugas dengan menumpang kapal/taksi air tujuan Muara wahau dari pelabuhan Tenggarong. Perjalanan mudik sehari semalam cukup melelahkan. Di kiri-kanan sungai terbentang hutan lebat dengan monyet bergelantungan, seakan mengucapkan selamat kepadaku atas kesuksesan melewati lubang jarum penghidupan. Kebetulan, di samping tempat dudukku itu orang Dayak yang katanya bermukim di Desa Miau Baru. Sepanjang perjalanan beliau menceritakan gambaran desa dan orang-orangnya dan bersedia kuikuti sampai ke desanya, yah… hitung-hitung guide gratis…

Sesampainya di pelabuhan Muara Wahau, oper mobil pick-up, kurang lebih 1,5 jam sampailah ke desa nan indah ini. Rumah penduduknya rapat berderet rapi seperti perumahan. Ada 1500 KK dengan mata pencaharian pokok berladang padi gunung. Aku turun di depan sekolah, ternyata ada dua SDN. Saat di kantor dewan guru, aku dipersilahkan duduk, disuguhi/dihidangkan teh hangat dan gorengan. Salah seorang guru senior mengira aku sales yang menjual sepatu karena membawa dua tas ukuran sedang. Aku tersenyum, kemudian kusodorkan SK. Barulah mereka berteriak kegirangan karena selama ini sudah mengusulkan penambahan guru, baru kali inilah terkabul. Akhirnya kami ketawa-ketiwi.

Aku disediakan rumah dinas desa yang ukurannya besar bersandingan dengan gedung serapo/balai pertemuan. Besoknya, aku diserahi tugas oleh bapak kepala sekolah (alm.)  sebagai guru sekaligus wali kelas 6 merangkap guru Pendidikan Agama Islam kelas 1 sampai dengan 6. Maklum, karena aku sendiri yang guru muslim. Anak-anak yang muslim aku ajak belajar di masjid di hilir kampung setiap sore. Setelah melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sederhana selama 3 hari, aku menyimpulkan  bahwa dari 24 siswa kelas 6, hanya 5 orang siswa yang membaca dan menulisnya lancar. Sedangkan mereka ini sudah mau ujian akhir sekolah. Bagaimana bisa menyerap materi pembelajaran, jika membaca saja masih mengeja dan bahkan ada 2 orang siswa yang tidak kenal huruf sama sekali?

Hari berikutnya, pada saat istirahat sambil makan pisang goreng dan ubi rebus di ruangan dewan guru nan sempit, sambil senyum-senyum aku jawab pertanyaan dari seorang guru di situ tentang kesan-kesan pertama kali mengajar di kampung ini. Setelah menyampaikan hasil penelitian di kelas yang aku ampu dengan menampilkan data hasil penilaian, aku memberanikan diri (sebagai guru baru) mengajukan usul agar diizinkan membagi kelas menjadi 3 bagian/kelompok (A, B, C) masih dalam satu ruangan kelas, sesuai dengan tingkat penguasaan kebahasaannya. Aku memohon ijin selama 3 bulan di akhir semester 1 ini, satu jam setiap hari, akan memberikan pelajaran membaca menulis permulaaan memakai buku paket kelas satu agar anak-anak ini lebih mudah memahami materi pelajaran.

Syukur alhamdulillaah, kepala sekolah dan teman-teman guru menyetujui rencana mulia ini.“Atur aja, Pak Man,” kata salah seorang guru. Aku langsung action, menyampaikan Program Remedial Teaching kepada anak-anak bangsa ini. Tidak jarang mereka saya ajak belajar di gedung serapo/balai desa nan indah agar pelajaran lebih enjoy (PAKEM). Singkat cerita, pada saat akhir semester 1 (genap 3 bulan), semuanya lancar membaca dan menulis bahkan mampu mengarang bebas kecuali 2 orang siswa belum mampu mengikuti temannya. Menurut keterangan orang tuanya pada saat aku melakukan kunjungan ke rumahnya, pada saat masih bayi  keduanya pernah jatuh dan sakit keras.

Pada UAS tahun 2000, anak-anak ini berhasil lulus dengan nilai yang memuaskan dan melanjutkan ke SMP kemudian SMA setempat dan ada juga yang ke Samarinda. Saat ini, sedang di semester akhir kuliah di beberapa perguruan tinggi sambil bekerja dan yang tidak kuliah jadi mandor di perusahaan perkebunan kelapa sawit. Sudah mampu membiayai sekolah adik-adiknya. Program KUTAI TIMUR CEMERLANG, menjadi nyata hasilnya.

Pada Awal 2000, aku mulai menerima gaji sebagai guru PNS. Kehidupan kami mulai terlihat seperti orang lain. Orang makan bakso, alhamdulillaah kami juga dapat membelinya.. Kami sekeluarga tak henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Istriku kelihatan tambah manis, sementara anak-anakku semakin besar, mulai memasuki usia SD. Sebagai bentuk manifestasi rasa syukur ini, aku membantu dalam kegiatan masjid dan aktif di kegiatan desa maupun kecamatan. Sebagai Ketua ta’mir masjid merangkap ketua panitia pembangunan masjid yang reyot, juga sebagai Pembina muallaf. Pengalaman mendirikan masjid di Kampung Dayak ini akan kuceritakan di bagian lain yoh….

Kalau dikatakan mukjizat, inilah mukjizat yang indah dalam perjalanan mengayuh bahtera rumah tangga kami. ‘Mukjizat’ terbesar yang kurasakan selama 7 tahun di kampong ini adalah aku diterima di semua lapisan masyarakat, karena aku ringan tangan.